Pers Memerangi Pandemi Covid-19
Pandemi virus corona atau corona virus disease 2019 (Covid-19) telah berlangsung empat bulan lebih. Dalam kurun waktu tersebut, berdasarkan data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, jumlah kasus Covid-19 di Indonesia per tanggal 12 Juli 2020,telah mencapai kasus positif sebanyak 75.699 kasus, pasien sembuh 35.638 orang, dan kasus meninggal menjadi 3.606 orang.
Untuk data di Banten, kasus positif Covid-19
sebanyak 1,581 (2.1% dari
jumlah terkonfirmasi nasional), 1,040 kasus
sembuh (65.8% dari jumlah
terkonfirmasi provinsi), dan
kasus pasien meninggal 81 orang (5.1% dari
jumlah terkonfirmasi provinsi).
Dilihat dari data tersebut, pandemi
Covid-19 belum menunjukkan penurunan kasus, meskipun tingkat kesembuhan semakin
tinggi. Tingkat kesembuhan yang semakin tinggi ini mengerek status zona
Covid-19 di Banten dari sebelumnya zona oranye (risiko sedang) dan merah (risiko
tinggi), namun kini seluruhnya menjadi kuning atau risiko rendah.
Penurunan status zona ini berdasarkan
hasil perbaruan situasi dan sebaran Covid-19 di Provinsi Banten per tanggal 8
Juli 2020. Peta sebaran Covid-19 yang dirilis Dinas Kesehatan (Dinkes) Banten
menunjukkan seluruh daerah di Banten berwarna kuning. Selang sehari sebelumnya,
peta delapan kabupaten/kota di Banten masih berwarna merah dan oranye. Zona
Merah yaitu Kabupaten Serang, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota
Tangerang Selatan.
Sementara zona oranye yaitu Kabupaten
Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kota Cilegon, dan Kota Serang.
Keberhasilan penurunan status zona Covid-19
di Banten merupakan bukti upaya yang dilakukan Pemprov Banten dan pemkab/pemkot
dalam pencegahan dan penanganan Covid-19 sudah menunjukkan pada jalur yang
sesuai. Salah satunya, rapid test yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah
secara massif dianggap mampu menelusuri penyebaran Covid-19 untuk kemudian bisa
dilakukan tindakan pengendalian melalui isolasi mandiri maupun dirawat di rumah
sakit rujukan Covid-19.
Peran
pers
Dalam konteks percepatan penanganan Covid-19,
pers selalu hadir menyampaikan informasi kepada khalayak. Dalam situasi pandemi
Covid-19, pers berupaya terus menyampaikan informasi yang objektif, berimbang
dan mengedukasi masyarakat untuk bersama dalam memutus rantai penyebaran
Covid-19 di Indonesia.
Bukan hanya itu, pers juga menyajikan berita
dan ulasan yang berkenaan dengan dampak Covid-19 terhadap publik, baik sektor
kesehatan, pendidikan, sosial, ekonomi, keagamaan dan keamanan, serta sektor
lain yang terdampak. Termasuk juga kondisi sektor industri pers sendiri, yang
turut pula mengalami kesulitan ekonomi.
Wabah pandemi Covid-19 telah mengubah begitu
cepat pola dan tatanan kehidupan manusia. Termasuk kalangan insan pers. Disaat
sebagian besar industri pers sedang berbenah menyikapi disrupsi teknologi,
wabah virus corona datang begitu cepat. Kondisi tersebut menyebabkan industri
pers menghadapi tantangan yang makin berat.
Agar tetap bisa bertahan, industri pers
dipaksa harus melakukan lompatan-lompatan inovasi, cepat beradaptasi, dengan
tetap memerankan fungsinya, menjadi bagian dalam arus utama informasi,literasi,
edukasi, dan kontrol sosial. Tetapi disisi lain, pers juga bisa bertahan di
tengah pandemi Covid-19.
Tantangan berat yang lain, karena pers
menjadi ujung tombak menyebarkan informasi yang valid, faktual, dan objektif,
di tengah kondisi lapangan atau medan liputan yang tidak biasa. Jurnalis harus
melengkapi diri dengan masker, membawa hand sanitizer, dan alat pelindung diri
lainnya.
Bisa dikatakan, selama masa pandemi Covid-19,
jurnalis menjalankan tugas jurnalistik seperti di medan perang. Untuk
memperoleh fakta dan data, jurnalis harus memastikan dirinya aman dalam
menjalankan tugas jurnalistiknya. Jika tidak, maka jurnalis pun akan menjadi
korban ganasnya Covid-19.
Dalam konteks pandemi Covid-19, media massa
memiliki peran signifikan karena menjadi salah satu dari lima kekuatan utama
(penta helix) dalam penanganan Covid-19, yakni kekuatan pemerintah, kekuatan
komunitas/masyarakat, kekuatan para akademisi, dan kekuatan dunia usaha.
Menteri Kominfo,
Johnny G Plate, kekuatan media dalam pentahelix tersebut mencakup media cetak,
maupun media elektronik/daring, bahkan media sosial yang mewartakan pesan-pesan
positif, merupakan energi positif untuk memutus mata rantai sebaran Covid-19
secara cepat. (aptika.kominfo.go.id, 1 April 2020)
Peran media massa dalam percepatan penanganan
Covid-19 sangat penting. Namun masih dijumpai di daerah, Gugus Tugas Penanganan
Covid-19 belum optimal dalam menggandeng media massa dalam melakukan kolaborasi
dan sinergi pentahelix dalam percepatan penanganan Covid-19.
Padahal, media massa berperan dalam
penyampaian informasi dan edukasi masyarakat.
Peran media massa tersebut diharapkan
berujung pada perubahan perilaku masyarakat dalam menyikapi pandemi. Selain
itu, media massa berperan juga dalam
memberikan kontrol sosial terhadap kebijakan dan program pemerintah dalam
penanganan warga terdampak Covid-19, seperti bantuan sosial (bansos) dan
bantuan-bantuan lainnya.
Dalam konteks
memerangi Covid-19, pers juga berperan menjembatani proses komunikasi dan arus
informasi, sehingga masyarakat terhindar dari simpang-siur tentang skala
penyebaran virus, data-data kasus, wilayah penyebaran, serta penanganan yang
sedang dilakukan oleh pemerintah.
Pemerintah menyadari memutus rantai penyebaran Covid-19 tidak bisa
dilakukan sendiri-sendiri. Tetapi harus dilakukan secara kolaboratif dan
sistematis. Media
massa berperan dalam penyampaian informasi dan edukasi masyarakat. Peran media
massa tersebut diharapkan berujung pada perubahan perilaku masyarakat dalam
menyikapi pandemi.
Memerangi
hoaks
Dalam konteks pentahelix ini, media massa, bagian elemen penting dalam penyebarluasan
infomasi dan mengedukasi masyarakat. Media massa mainstream juga menjadi garda
terdepan sebagai media massa dalam menghadapi gempuran berita-berita bohong (
hoaks) di media sosial.
Hal itu disebabkan kebanyakan media massa lebih ketat
dalam menyaring pemberitaan. Media massa masih kuat dalam memegang kode etik,
cek dan ricek. Ini lah yang membedakan media massa dengan media sosial.
Data Kementerian Komunikasi dan
Informatika mencatat peningkatan drastis berita hoax selama pandemi Covid-19.
Terdapat 1.222 hoaks selama periode Februari 2020 hingga April 2020. (Pikiran-rakyat.com,
5 Mei 2020).
Membanjirnya berita hoaks membuat
media massa yang telah berkolaborasi dalam memerangi hoaks lewat situs
cekfakta.com, makin meningkatkan gerilya seiring dengan meningkatnya berita
hoaks selama pandemi Covid-19. Ada juga sejumlah situs melengkapi dengan tools
hoax buster. Berbagai upaya tersebut dalam upaya membombardir informasi sesuai
dengan fakta.
Fakta bahwa ada masyarakat yang menolak
tenaga medis dan resah saat ada isu salah satu warga yang terpapar, penolakan
jenazah positif Covid-19, pengambilan paksa jenazah pasien Covid-19 tak bisa
dibantah akibat informasi yang diperoleh masyarakat salah, tidak utuh, apalagi
hoaks. Dalam kaitan ini perlunya pendekatan yang mengedepankan sosio budaya,
kultur dan agama.
Dalam situasi gempuran
berita hoaks Covid-19 ini, media massa menjadi tumpuan untuk rujukan
masyarakat. Hal
itu disebabkan kebanyakan media mainstream lebih ketat dalam memfilter pemberitaan.
Media mainstream masih kuat dalam memegang kode etik, cek dan ricek. Ini lah
yang membedakan media massa dengan media sosial.
Dalam
konteks pemberitaan penanganan Covid-19, maka pentingnya memberikan informasi
yang sebanyak mungkin berkenaan dengan Covid-19 sehingga harapannya informasi
yang sifatnya kurang tepat bisa ‘ditenggelamkan.’ Berita hoaks bisa
ditenggelamkan dengan gencarnya berita-berita yang bersifat edukatif dan
inspiratif.
Dalam
memerangi Covid-19, pers bukan hanya dalam hal menenggelamkan berita-berita
hoaks tetapi juga berupaya meningkatkan literasi masyarakat, baik terkait
kesehatan, sosial, ekonomi maupun keagamaan.Terutama dalam hal penerapan
protokol kesehatan dalam berbagai kegiatan kerumunan massa, pengurusan jenazah,
pelaksanaan ibadah, hari-hari besar keagamaan dan sebagainya.
Literasi dan edukasi
Selain memerangi berita hoaks, media
massa juga memerangi Covid-19 dengan meningkatkan misi literasi, baik literasi
kesehatan, ekonomi, agama, sosial budaya, teknologi maupun bidang lainnya.
Harus diakui, memerangi Covid-19
dengan literasi ini belum berjalan optimal. Kendalanya antara lain, data dan
sumber berita yang terbatas. Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di
pusat pada awalnya belum sepenuhnya memerankan sebagai pusat informasi dalam
memberikan literasi kepada masyarakat.
Baru dalam Mei 2020, berbagai
kekurangan tersebut mulai diperbaiki dengan menghadirkan berbagai kalangan yang
kompeten memberikan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat secara jelas dan
komperehensif. Alhasil, secara bertahap pola pikir masyarakat tercerahkan.
Di tingkat daerah, baik provinsi
maupun kabupaten dan kota di Banten, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19
justru memerankan pada ruang terbatas. Yakni sebatas jumpa pers yang merilis
mengenai perkembangan jumlah kasus Covid-19. Sedangkan sisi lain berupa
sosialisasi, literasi dan edukasi masih dalam porsi yang kecil.
Fenomena munculnya penolakan rapid
test oleh sejumlah warga, kemudian ada juga warga kabur saat hendak di-rapid
test di daerah tertentu di Banten menunjukkan belum utuh dan jelasnya informasi
yang diterima masyarakat mengenai kebijakan pemerintah dalam pencegahan dan
penanganan Covid-19. Apalagi jika informasi yang diterima bercampur hoaks. Oleh
karena itu, perlunya pelibatan lebih luas elemen masyarakat dalam menyampaikan
informasi yang mencerdaskan kepada masyarakat.
Disisi lain, media massa juga harus
memiliki komitmen turut dalam percepatan penanganan Covid-19. Media massa tidak
hanya memberitakan soal perkembangan kasus Covid-19, tetapi juga membuat konten
berita yang mendorong peningkatan literasi dan edukasi kepada masyarakat.
Memberikan ruang pemberitaan pada
pandangan pemerintah, tokoh masyarakat, pakar dan ahli bidang tertentu,
membangkitkan kesadaran dan kepedulian sosial, bagian dari strategi jitu pers
dalam memerangi Covid-19.
Satgas Penanganan Covid-19 MUI
Provinsi Banten yang berkolaborasi media massa di Banten merupakan salah satu
percontohan dalam diseminasi informasi
dan literasi pencegahan dan penanganan Covid-19. Pola kolaborasi
memberikan kontribusi dalam upaya mencegah penyebaran Covid-19 dan
membangkitkan gerakan amal umat.
Apa
yang dilakukan MUI Provinsi Banten dengan menggandeng media massa di Banten hal
yang sangat positif. Melalui sinergi dengan media massa, Satgas Covid-19 MUI
Banten lebih massif dalam menyampaikan pesan-pesan dalam pencegahan dan
penanganan Covid-19 di Banten. Pesan yang dimaksud yakni dengan narasi agama
sehingga mudah dipahami masyarakat.
Pers punya tujuan mewujudkan
masyarakat yang tidak mudah panik, senantiasa disiplin dalam menjalankan
protokol kesehatan, serta sadar akan pentingnya menjaga kesehatan diri,
keluarga dan lingkungan, empati dan
peduli. Selain juga mengawal kebijakan pemerintah dalam pemberian bantuan
kepada masyarakat terdampak Covid-19.
Diharapkan dengan kolaborasi dan
komitmen bersama semua elemen masyarakat dalam mencegah penyebarluasan pandemi Covid-19, jumlah kasus Covid-19 secara nasional maupun di Banten akan terus
menurun dan sirna dari muka bumi. Itulah
yang menjadi harapan kita bersama. Semoga.***
Penulis, Pemimpin Redaksi Kabar
Banten, Anggota Satgas Penanganan Covid-19 MUI Provinsi Banten
Comments
Post a Comment