Cara Umat Beragama Memerangi Corona
Penyebaran corona virus disease 2019 (Covid-19), yang bermula dari Kota Wuhan Cina, bak monster yang membuat semua orang di dunia takut dan kaget. Pandemi Covid-19 juga yang membuat perubahan drastis pada pola dan perilaku manusia. Bukan saja pada pembatasan pada hubungan sosial manusia, tetapi juga pada ritual keagamaan.
Hidup dalam ruang berjarak, sesuatu yang mau tidak mau, harus dijalani oleh masyarakat. Meskipun sejauh ini, era teknologi digital telah mengubah perilaku masyarakat melalui penggunaan media sosial. Tetapi, harus diakui, belum semua orang terbiasa menjalani era baru tersebut.
Dalam menjalani era di ruang berjarak, resistensi muncul di tengah masyarakat, kala menyasar ritual keagamaan, seperti psyical distancing (jaga jarak fisik), memakai masker dan aturan protokol kesehatan lainnya. Misalnya, dalam ritual ibadah umat Islam seperti salat berjamaah yang harus memakai masker dan shaf atau barisan yang berjarak.
Dalam masa pandemi Covid-19 ini, peran tokoh agama (informal leader) sangat penting karena umat beragama membutuhkan tuntunan dalam kegiatan ritual keagamaan yang tidak normal (darurat). Tokoh agama juga merupakan satu kekuatan utama dari lima kekuatan (pentaheliks) dalam penanganan Covid-19.
Cara pemuka dan umat beragama dalam memerangi corona bersumber nilai-nilai ajaran pada agamanya masing-masing. Itu lah senjata ampuh dalam memerangi corona.
Sebagai bentuk kepedulian dalam penanganan corona, menjadi hal yang penting, tokoh agama menyampaikan kepada umat beragama. Literasi dengan narasi keagamaan merupakan salah satu cara dalam memerangi corona.
Dalam konteks literasi keagamaan itu lah, Ketua Umum MUI Provinsi Banten Dr H Asep Muhammad (AM)Romly tergerak hati dan pikirannya untuk mencurahkan pandangan mengenai penanganan corona. Sebanyak 9 artikel ditayangkan di harian Kabar Banten secara rutin tiap pekan. Atas berbagai pertimbangan dan masukan dari berbagai pihak 9 artikel tersebut kemudian disusun menjadi buku saku dengan judul “Umat Beragama Melawan Corona”.
“Dalam memerangi wabah yang satu ini, umat beragama
memerlukan dorongan semangat juang dari ajaran agama masing- masing,” tutur
Romli dalam kata pengantarnya.
Ia menuturkan artikel yang ditulis dalam bentuk buku
saku bertujuan agar menjadi pegangan
umat beragam, dibawa praktis, dan paling utama mampu mendorong semangat juang
umat beragama dari ajaran agamanya masing-masing.
Romli yang juga Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB)
Provinsi Banten ini buku kecil dan sederhana tersebut dipersembahkan sebagai adalah
upaya untuk menggali nilai-nilai agama sebagai dorongan bagi umat untuk
bekerjasama memerangi corona.
“Berjuang dengan karya nyata, baik doa maupun derma. Dengan
demikian perjuangan memerangi korona dipahami bukan hanya tanggungjawab sebagai
anak bangsa, tetapi juga dalam rangka melaksanakan kewajiban agama,” ucapnya.
Buku dengan tebal dengan 124 halaman tersebut wajib dibaca
untuk semua kalangan umat beragama. Dengan gaya bahasa yang sederhana, lugas dan
diksi bahasa yang menawan, pembaca akan dengan mudah memahami isi buku
tersebut. Lihat saja judul-judul artikelnya seperti Siasat Mencari Selamat,
Berkelit di Masa Sulit, Jangan Bengong Mari Gotong Royong, Orang Cerdik tidak
Mudik, Hati Terang Hidup pun Senang, Hemat Pangkal Selamat, Melawan Corona
dengan Doa dan Derma, dan Lebaran tanpa Sungkeman, menunjukkan kemampuan AM
Romly dalam menulis artikel seperti seorang penulis esai dan novel.
Tulisan model ini memiliki keunggulan karena bisa cepat
dipahami semua kalangan. Hanya saja, kekurangan buku ini, pada tema yang belum
lengkap karena seputar aspek antropologis dan sosiologis agama. Tetapi aspek lain seperti kesehatan dalam pandangan
ajaran agama luput dari perhatian.
Buku “Umat Beragama Melawan Corona”
ini merupakan karya pemikiran yang
sangat berharga untuk sekarang maupun masa mendatang. Dengan latar belakang
pendidikan, pengalaman kerja di birokrasi serta ormas keagamaan, Romly satu
dari sekian penulis yang produktif dan mendedikasikan pemikiran dalam bentuk
buku. Total dia sudah menerbitkan 8 buku bersama tim, 6 buku yang ditulis sendiri dan sejumlah atikel yang
dimuat majalah, surat kabar dan jurnal ilmiah serta makalah-makalah yang
dipresentasikandalam lokakarya dan seminar.
Keahlian mantan Kepala Kanwil Kemenag Banten ini sudah terasah sejak menjadi penulis naskah pidato di Kementerian Agama. “Saya belajar nulis saat diminta untuk membuat khutbah Pak Dirjen. Awal-awal paling satu dua yang dicoret dan dikoreksi,” katanya.
Keahlian Romly mengantarkannya jadi penulis naskah pidato
Menteri Agama Said Agil Munawwar hingga menduduki jabatan sebagai Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat
pada Sekretariat Jenderal, dan menjabat Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama
Provinsi Banten mulai 28 Oktober 2005 sampai dengan 7 April 2011.
AM Romly merupakan anak kiai
kampung, lahir 3 Desember 1952 dari pasangan Muhammad Ace dan Marfu’ah di
Kampung Cilisung Desa Girilaya Kecamatan Cipanas Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Kadang-kadang
ia menulis namanya dengan mencantumkan nama ayahnya dengan singkatan MA. Dalam
usia tiga tahun ia telah menjadi yatim, karena ayahnya meninggal dunia pada tahun
1955.
Comments
Post a Comment