Soliditas ASN, Kunci Kemajuan Daerah
Komitmen pemerintah dalam menciptakan pemerintahan yang baik dan bersih (clean
and good governance), dalam dasawarsa belakangan ini semakin gencar. Sejak era
pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sampai berlanjut ke era
Presiden Joko Widodo sekarang, berbagai upaya reformasi birokrasi terus dilakukan.
Salah satu gebrakan terbaru dari pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur dan Reformasi Birokasi (Kemen-PAN&RB) yakni pembangunan zona integritas.
Gerakan ini diharapkan bisa mempercepat terwujudnya birokrasi yang bersih. Salah satunya melalui penyampaian Laporan Harta Kekayaan Aparatur Sipil Negara (LHKASN). Penyampaian LHKASN ini
Diharapkan mampu mencegah kemungkinan para pegawai melakukan penyimpangan.
Di Pemerintahan Provinsi Banten, upaya reformasi birokrasi juga dilakukan. Namun, tentu masih menghadapi banyak kendala. Soliditas aparatur menjadi salah satu yang masih harus mendapat perhatian serius. Apalagi, saat era transisi sekarang dari kepemimpinan Ratu Atut Chosiyah ke Rano Karno yang resmi dilantik jadi Gubernur pada 12 Agustus 2015 lalu.
Tak hanya pada tampuk kepemimpinan seorang gubernur. Jabatan Sekretaris Daerah (Sekda) pun berganti dari Kurdi Matin ke Ranta Soeharta menyusul mencuatnya video di youtube tentang "Sekda Banten Ajak Masyarakat Rampok APBD Banten" yang berujung pada pemecatan Kurdi pada 3 September lalu sebagaimana rekomendasi Rano Karno ke Presiden RI Joko Widodo.
Hal tersebut sedikit banyak mempengaruhi jalannya pemerintahan, terutama soliditas para ASN dalam upaya menggapai tujuan tersebut. Sebab, pemimpin sangat menentukan arah kebijakan ke depan dalam upaya meningkatkan kinerja pelayanan publik.
Organisasi pemerintahan sangat ditentukan oleh perangkat pemerintahan, dalam memberikan pelayanan yang memadai bagi publik. Oleh karena itu, kinerja dan pelayanan harus terus ditingkatkan.
Dalam beberapa kesempatan, Gubernur Banten Rano Karno mengingatkan akan pentingnya soliditas pegawai.
"Tahun ini hendaknya dapat dijadikan momentum konsolidasi organisasi sekaligus memelihara dan membangun sikap disiplin dan soliditas antar aparatur. Tanpa adanya soliditas, tidak mungkin tugas kita dapat diselesaikan dengan baik," kata Rano.
Beberapa upaya yang dilakukan Pemprov Banten dalam melakukan reformasi birokrasi sejak 2014 yakni antara lain melakukan kerja sama dengan KPK dengan melakukan 'Training for the Trainer (TOT) Tunas Integritas, membuat peraturan Gubernur (Pergub) pengendalian gratifikasi yang berbentuk Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) dan Pemprov juga melakukan kerja sama dengan BPKP sosialisasi 'Freud Control Plant'.
Selain itu, pemprov juga membentuk komite integritas dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi demi mewujudkan pemerintahan provinsi yang berintegritas. Integritas dapat didefinisikan sebagai kesesuaian dan keterpaduan antara pikiran, perilaku, sikap dan tindakan individu dengan norma-norma, kode etik, peraturan dan perundang-undangan. Integritas harus dimiliki setiap ASN.
Kelembagaan komite integritas sangat dibutuhkan, karena komite integritas mempunyai peran yang menentukan untuk membangun sistem integritas. Selain juga memantau dan mengevaluasi pelaksanaan sistem integritas tersebut.
Hal lain, karena komite integritas memegang peranan penting dalam memberikan pertimbangan untuk pembentukan tunas integritas dan pembangunan sistem integritas organisasi di Provinsi Banten.
Selain itu komite integrasi juga menjadi salah satu bentuk nyata komitmen pimpinan dalam pembangunan sistem integrasi.
Oleh karena itu, ASN Pemerintah Provinsi Banten harus mempunyai komitmen integritas yang tinggi, agar komitmen Pemprov Banten dalam mengubah situasi dan kondisi menuju 'good governance' dan clean Government bisa terwujud.
Penempatan pegawai
Selain melakukan reformasi dalam aspek sistem birokrasi, hal yang menonjol dilakukan pemprov yakni dengan melakukan rotasi besar-besaran terhadap seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) setingkat staf pada 2014 lalu.
Rotasi tersebut dilakukan karena sejak 2002 Pemprov Banten belum pernah melakukan reposisi staf. Oleh karena itu tak jarang ada beberapa staf yang sudah berpuluh-puluh tahun bertugas di satu instansi. Selain juga dalam upaya mereposisi staf disesuaikan dengan kompetensinya.
Kebijakan rotasi staf ini sempat menimbulkan sedikit gejolak. Namun kemudian mereda karena ASN menyadari sumpah ASN yang siap ditempatkan dimana saja.
Hal tersebut juga ditegaskan Sekda Banten Ranta Soeharta saat memimpin apel kala isu rotasi pegawai kian santer setelah Kurdi Matin tak lagi menjabat Sekda. Ranta meminta seluruh ASN untuk tidak terpengaruh pada rotasi.
"Kerja saja yang baik, jaga kekompakan, kita harus solid. Fokus saja bekerja, melayani masyarakat. (Rotasi) itu urusan pimpinan," kata Ranta.
Rotasi mutasi yang dilakukan memang memunculkan polemik. Terlebih hal tersebut seringkali dilakukan ketika pergantian kepemimpinan. Sehingga seolah-olah kebijakan rotasi mutasi didasarkan pada asas suka atau tidak suka.
Wakil Ketua DPRD, Nuraeni, termasuk yang mengkritisi hal tersebut. Menurutnya, pergantian kepemimpinan tidak harus diikuti dengan reposisi para pegawai. Sebab, hal tersebut juga dinilai tidak efektif.
"Ini mah sekdanya ganti rotasi pegawai lagi. Menurut saya itu tidak efektif. Terpenting adalah bagaimana meningkatkan kompetensi pegawai. Sekarang ada undang-undang ASN yang mengharuskan pejabat menjalani assessment untuk mengetahui kompetensinya," katanya.
Selain rotasi staf, gebrakan yang dilakukan pemprov yakni dengan melakukan lelang jabatan untuk posisi Sekretaris Daerah. Kebijakan lelang jabatan Sekda oleh Rano Karno (yang kala itu masih menjabat pelaksana tugas) mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Karena UU ini memang belum ada Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur pelaksanaannya,
Pemprov Banten menggunakan PermenPAN &RB Nomor 13 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Secara Terbuka di Lingkungan Instansi Pemerintah.
Produk dari lelang jabatan sekda ini yakni ditetapkannya Kepala BKD Banten Kurdi Matin sebagai Sekda Banten yang dilantik pada 10 Januari 2015.
Lelang jabatan ini kemudian bergulir pada sejumlah jabatan eselon II. Seperti jabatan Direktur RSUD Banten dan staf ahli, dan terbaru yaitu Kepala Dinas Bina Marga dan Tata Ruang (DBMTR) dan Kepala Biro Hukum. Ini sinyalemen bahwa Pemprov Banten mulai siap untuk mengadakan lelang jabatan.
Libatkan publik
Produk lelang jabatan di Pemprov Banten memang terbilang baru. Tentu belum bisa mengukur apakah hasil lelang jabatan lebih baik dari sistem sebelumnya melalui badan pertimbangan jabatan dan kepangkatan (baperjakat) atau tidak. Yang pasti, hal yang perlu dilakukan yakni bagaimana membuka ruang publik terhadap pejabat yang mengikuti lelang jabatan. Hal itu penting dalam rangka mengukur integritas pejabat. Bagaimana pun, pejabat memiliki tanggungjawab besar dalam melayani masyarakat.
Selain itu, perlu juga masukan dari aparatur baik atasan maupun bawahannya untuk mengukur integritas pejabat di lingkungan tempat bekerja. Masukan yang komperehensif dari berbagai elemen kepada panitia seleksi tentu akan membuat produk lelang jabatan akan lebih baik dari sistem sebelumnya.
Tentu saja, reformasi birokrasi yang dilakukan pemprov membutuhkan komitmen kuat bukan hanya ditingkat pimpinan tetapi juga kesiapan aparatur secara kesuluruhan. Ya, reformasi birokrasi. Sepenggal kata majemuk namun memiliki energi dahsyat untuk memperbaiki sebuah institusi.
Era birokrasi sekarang sudah berbeda dengan era puluhan tahun sebelumnya. Pola pikir ASN sejak awal harus ditanamkan sebagai birokrat yang siap melayani bukan dilayani.
Tak mudah dan butuh waktu untuk mengubah hal itu. Namun demikian, jika ada komitmen kuat dan soliditas semua aparatur untuk berubah maka hal itu tak mustahil terwujud dalam beberapa tahun ke depan.***
Salah satu gebrakan terbaru dari pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur dan Reformasi Birokasi (Kemen-PAN&RB) yakni pembangunan zona integritas.
Gerakan ini diharapkan bisa mempercepat terwujudnya birokrasi yang bersih. Salah satunya melalui penyampaian Laporan Harta Kekayaan Aparatur Sipil Negara (LHKASN). Penyampaian LHKASN ini
Diharapkan mampu mencegah kemungkinan para pegawai melakukan penyimpangan.
Di Pemerintahan Provinsi Banten, upaya reformasi birokrasi juga dilakukan. Namun, tentu masih menghadapi banyak kendala. Soliditas aparatur menjadi salah satu yang masih harus mendapat perhatian serius. Apalagi, saat era transisi sekarang dari kepemimpinan Ratu Atut Chosiyah ke Rano Karno yang resmi dilantik jadi Gubernur pada 12 Agustus 2015 lalu.
Tak hanya pada tampuk kepemimpinan seorang gubernur. Jabatan Sekretaris Daerah (Sekda) pun berganti dari Kurdi Matin ke Ranta Soeharta menyusul mencuatnya video di youtube tentang "Sekda Banten Ajak Masyarakat Rampok APBD Banten" yang berujung pada pemecatan Kurdi pada 3 September lalu sebagaimana rekomendasi Rano Karno ke Presiden RI Joko Widodo.
Hal tersebut sedikit banyak mempengaruhi jalannya pemerintahan, terutama soliditas para ASN dalam upaya menggapai tujuan tersebut. Sebab, pemimpin sangat menentukan arah kebijakan ke depan dalam upaya meningkatkan kinerja pelayanan publik.
Organisasi pemerintahan sangat ditentukan oleh perangkat pemerintahan, dalam memberikan pelayanan yang memadai bagi publik. Oleh karena itu, kinerja dan pelayanan harus terus ditingkatkan.
Dalam beberapa kesempatan, Gubernur Banten Rano Karno mengingatkan akan pentingnya soliditas pegawai.
"Tahun ini hendaknya dapat dijadikan momentum konsolidasi organisasi sekaligus memelihara dan membangun sikap disiplin dan soliditas antar aparatur. Tanpa adanya soliditas, tidak mungkin tugas kita dapat diselesaikan dengan baik," kata Rano.
Beberapa upaya yang dilakukan Pemprov Banten dalam melakukan reformasi birokrasi sejak 2014 yakni antara lain melakukan kerja sama dengan KPK dengan melakukan 'Training for the Trainer (TOT) Tunas Integritas, membuat peraturan Gubernur (Pergub) pengendalian gratifikasi yang berbentuk Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) dan Pemprov juga melakukan kerja sama dengan BPKP sosialisasi 'Freud Control Plant'.
Selain itu, pemprov juga membentuk komite integritas dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi demi mewujudkan pemerintahan provinsi yang berintegritas. Integritas dapat didefinisikan sebagai kesesuaian dan keterpaduan antara pikiran, perilaku, sikap dan tindakan individu dengan norma-norma, kode etik, peraturan dan perundang-undangan. Integritas harus dimiliki setiap ASN.
Kelembagaan komite integritas sangat dibutuhkan, karena komite integritas mempunyai peran yang menentukan untuk membangun sistem integritas. Selain juga memantau dan mengevaluasi pelaksanaan sistem integritas tersebut.
Hal lain, karena komite integritas memegang peranan penting dalam memberikan pertimbangan untuk pembentukan tunas integritas dan pembangunan sistem integritas organisasi di Provinsi Banten.
Selain itu komite integrasi juga menjadi salah satu bentuk nyata komitmen pimpinan dalam pembangunan sistem integrasi.
Oleh karena itu, ASN Pemerintah Provinsi Banten harus mempunyai komitmen integritas yang tinggi, agar komitmen Pemprov Banten dalam mengubah situasi dan kondisi menuju 'good governance' dan clean Government bisa terwujud.
Penempatan pegawai
Selain melakukan reformasi dalam aspek sistem birokrasi, hal yang menonjol dilakukan pemprov yakni dengan melakukan rotasi besar-besaran terhadap seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) setingkat staf pada 2014 lalu.
Rotasi tersebut dilakukan karena sejak 2002 Pemprov Banten belum pernah melakukan reposisi staf. Oleh karena itu tak jarang ada beberapa staf yang sudah berpuluh-puluh tahun bertugas di satu instansi. Selain juga dalam upaya mereposisi staf disesuaikan dengan kompetensinya.
Kebijakan rotasi staf ini sempat menimbulkan sedikit gejolak. Namun kemudian mereda karena ASN menyadari sumpah ASN yang siap ditempatkan dimana saja.
Hal tersebut juga ditegaskan Sekda Banten Ranta Soeharta saat memimpin apel kala isu rotasi pegawai kian santer setelah Kurdi Matin tak lagi menjabat Sekda. Ranta meminta seluruh ASN untuk tidak terpengaruh pada rotasi.
"Kerja saja yang baik, jaga kekompakan, kita harus solid. Fokus saja bekerja, melayani masyarakat. (Rotasi) itu urusan pimpinan," kata Ranta.
Rotasi mutasi yang dilakukan memang memunculkan polemik. Terlebih hal tersebut seringkali dilakukan ketika pergantian kepemimpinan. Sehingga seolah-olah kebijakan rotasi mutasi didasarkan pada asas suka atau tidak suka.
Wakil Ketua DPRD, Nuraeni, termasuk yang mengkritisi hal tersebut. Menurutnya, pergantian kepemimpinan tidak harus diikuti dengan reposisi para pegawai. Sebab, hal tersebut juga dinilai tidak efektif.
"Ini mah sekdanya ganti rotasi pegawai lagi. Menurut saya itu tidak efektif. Terpenting adalah bagaimana meningkatkan kompetensi pegawai. Sekarang ada undang-undang ASN yang mengharuskan pejabat menjalani assessment untuk mengetahui kompetensinya," katanya.
Selain rotasi staf, gebrakan yang dilakukan pemprov yakni dengan melakukan lelang jabatan untuk posisi Sekretaris Daerah. Kebijakan lelang jabatan Sekda oleh Rano Karno (yang kala itu masih menjabat pelaksana tugas) mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Karena UU ini memang belum ada Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur pelaksanaannya,
Pemprov Banten menggunakan PermenPAN &RB Nomor 13 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Secara Terbuka di Lingkungan Instansi Pemerintah.
Produk dari lelang jabatan sekda ini yakni ditetapkannya Kepala BKD Banten Kurdi Matin sebagai Sekda Banten yang dilantik pada 10 Januari 2015.
Lelang jabatan ini kemudian bergulir pada sejumlah jabatan eselon II. Seperti jabatan Direktur RSUD Banten dan staf ahli, dan terbaru yaitu Kepala Dinas Bina Marga dan Tata Ruang (DBMTR) dan Kepala Biro Hukum. Ini sinyalemen bahwa Pemprov Banten mulai siap untuk mengadakan lelang jabatan.
Libatkan publik
Produk lelang jabatan di Pemprov Banten memang terbilang baru. Tentu belum bisa mengukur apakah hasil lelang jabatan lebih baik dari sistem sebelumnya melalui badan pertimbangan jabatan dan kepangkatan (baperjakat) atau tidak. Yang pasti, hal yang perlu dilakukan yakni bagaimana membuka ruang publik terhadap pejabat yang mengikuti lelang jabatan. Hal itu penting dalam rangka mengukur integritas pejabat. Bagaimana pun, pejabat memiliki tanggungjawab besar dalam melayani masyarakat.
Selain itu, perlu juga masukan dari aparatur baik atasan maupun bawahannya untuk mengukur integritas pejabat di lingkungan tempat bekerja. Masukan yang komperehensif dari berbagai elemen kepada panitia seleksi tentu akan membuat produk lelang jabatan akan lebih baik dari sistem sebelumnya.
Tentu saja, reformasi birokrasi yang dilakukan pemprov membutuhkan komitmen kuat bukan hanya ditingkat pimpinan tetapi juga kesiapan aparatur secara kesuluruhan. Ya, reformasi birokrasi. Sepenggal kata majemuk namun memiliki energi dahsyat untuk memperbaiki sebuah institusi.
Era birokrasi sekarang sudah berbeda dengan era puluhan tahun sebelumnya. Pola pikir ASN sejak awal harus ditanamkan sebagai birokrat yang siap melayani bukan dilayani.
Tak mudah dan butuh waktu untuk mengubah hal itu. Namun demikian, jika ada komitmen kuat dan soliditas semua aparatur untuk berubah maka hal itu tak mustahil terwujud dalam beberapa tahun ke depan.***
Comments
Post a Comment