Rokok Haram, Tanya Hatimu
RAPAT ijtima’ ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia pada 26
Januari 2009, di Padang Panjang Sumatera Barat, memunculkan beberapa fatwa
terhadap persoalan yang berkembang pada masyarakat. Salah satunya tentang rokok
haram.
Fatwa ini menimbulkan banyak reaksi dari masyarakat, baik yang
pro maupun kontra. Yang menyatakan kontra mengatakan, fatwa merokok haram belum
saatnya dikeluarkan, karena masih banyak perbedaan pendapat serta merugikan bagi
ekonomi.
Sedangkan bagi yang pro menyatakan, fatwa haram merokok
dikeluarkan dalam rangka mencegah kemudharatan yang lebih besar.
Ketua Umum MUI Provinsi Banten, Prof KH Wahab Afif, MA,
menyatakan ijtima’ ulama yang dikeluarkan oleh MUI Pusat tentang rokok haram
memang hal yang sensitif sehingga banyak menimbulkan tanggapan beragam.
Yang jelas, kata peraih gelar master of art (MA) dari
Universitas Al-Azhar Kairo ini, masyarakat lambat laun akan secara sadar
memahami keluarnya fatwa tersebut.
Rektor IAIB ini, mengungkapkan, sebuah fatwa dikeluarkan
didasarkan pada kajian. Salah satunya, dilihat dari aspek mudharat dan
maslahat. Penggagas fiqh lokal ini menyatakan, rokok memiliki mudharat yang
lebih besar dari maslahatnya. Oleh karena itu, jika ada mudharat dan maslahat
dalam satu perbuatan, maka pilihlah mudharat yang paling ringan.
Menurut suami dari Hj Sri Anisah ini, masalah rokok menyangkut
keselamatan jiwa manusia. Oleh karena itu, lanjut dia, hal ini harus
diselamatkan. Caranya, kata Wahab, MUI berkewajiban mengeluarkan fatwa haram.
Namun demikian, lanjut pria kelahiran Serang 12 September ini, fatwa haram ini
dilakukan secara bertahap (tadrij) sebagaimana pengambilan keputusan hukum
haram terhadap minuman arak (khamr).
Perlu dipahami juga, kata dia, fatwa itu pada dasarnya tidak
mengikat (ghoiru mulzim) kepada orang yang belum yakin akan kebenarannya yang
didasarkan pada dalil-dalil. Namun kata dia, bagi yang yakin akan kebenarannya
wajib untuk mengikuti.
Untuk mengetahui lebih mendalam tentang fatwa haram rokok ini,
wartawan Fajar Banten, Maksuni Husen, mewancarai ulama yang menagaku pernah
menjadi perokok ini di kantor MUI Banten, di Kawasan Pusat Pemerintahan
Provinsi Banten (KP3B) di Curug Kota Serang. Berikut petikan wawancaranya.
Dibandingkan
dengan fatwa lai, fatwa rokok haram, banyak menimbulkan reaksi dari masyarakat.
Mengapa demikian?
Sebetulnya ada 24 fatwa yang dikeluarkan dalam rapat ijtima
Komisi Fatwa MUI se-Indoensia ini. Bukan hanya fatwa rokok dan golput haram
saja. Tak kalah pentingnya
Diantaranya yakni tentang pernikahan dini, bank mata dan organ
tubuh lain, senam yoga, hukum perundang-undangan. Namun diakui, jelas dia,
masalah rokok dan golput
Ini lebih karena kebiasaan merokok sudah berlangsung lama. Oleh
karena itu, saat MUI mengeluarkan fatwa mesti banyak yang ribut. Padahal, MUI
mengeluarkan fatwa berdasarkan hasil ijtihad atas persoalan yang muncul di
tengah masyarakat.
Bisa dijelaskan latar belakangnya?
Pembahasan tentang rokok haram ini karena adanya masukan dari
berbagai elemen masyarakat. Misalnya tentang kekhawatiran orang tua yang
melihat anak-anaknya yang usia remaja sudah banyak yang merokok. Kemudian juga
keluhan tentang pecandu rokok yang terserang banyak penyakit berbahaya. Semua
aspirasi itu dibahas di MUI. Memang ada dua pendapat tentang rokok antara yang
makruh dan haram. Namun MUI menyepakati bahwa rokok hukumnnya haram. Ini
didasarkan rokok memiliki mudharat yang lebih besar dari manfaatnya.
Menyelamatkan jiwa manusia itu lebih penting. Namun tentu saja, fatwa ini baru
dilakukan secara bertahap. Yakni untuk kalangan anak-anak dan remaja, wanita
hamil, dan di tempat umum.
Mengapa demikian?
Untuk kalangan anak-anak dan remaja dalam rangka melindungi
kesehatan dan pertumbuhan mereka. Untuk wanita hamil, ini juga dalam rangka
melindungi ke janin sehingga terhindar dari penyakit, serta untuk di tempat
umum dengan pertimbangan melindungi yang tidak merokok. Sementara untuk
pengurus MUI jelas mengikat sebagai pembuat fatwa. Sementara untuk objek fatwa
(mustafti) pada dasarnya tidak mengikat. Fatwa itu sebenarnya tidak mengikat
(ghoiru mulzim) kepada orang yang belum yakin akan kebenarannya. Sedangkan bagi
yang yakin maka wajib mengikutinya. Saya yakin jika ditanyakan pada diri maka
merokok itu banyak merugikan. Makanya, tanyakan pada hatimu (istafti fi
qolbiq). Jika fatwa hatimu benar, selian fatwa yang dikeluarkan oleh MUI.***
Comments
Post a Comment