Menjejak Gerbong Kota Serang


Pada 17 Juli 2007 silam, wajah sejumlah elemen tokoh pembentukan Kota Serang, tampak dilimuti kegembiraan di tangga gedung DPR/MPR Jakarta. Pada hari itu, merupakan puncak suka cita karena RUU Pembentukan Kota Serang disahkan menjadi RUU. UU No 32 Tahun 2007 kemudian dituangkan dalam lembar negara pada 10 Agustus 2007.
Sebagai wartawan, penulis saat itu turut menyaksikan dan merasakan momentum bersejarah tersebut.  Kota Serang telah lahir sebagai daerah otonom baru. Layaknya menanti kelahiran bayi, tentu banyak harapan dari elemen masyarakat Kota Serang membuncah dengan lahirnya Kota Serang.
Dari berbagai harapan, paling esensial seperti disampaikan Ketua Tim Percepatan Pembentukan  Serang Kota (TP2SK) Tb Edi Mulyadi saat kelahiran Kota Serang, yakni diharapkan percepatan kesejahteraan masyarakat dan pelayanan publik. Dua hal ini, menurut penulis, yang sejatinya menjadi pegangan atas segala kebijakan Pemerintah Kota Serang ke depan.
Kini Kota Serang, pada Jumat (10/8/2018) lalu sudah memasuki usia 11 tahun. Dalam usia yang masih belia tersebut, tentu sudah yang berubah dari wajah Kota Serang. Namun harus diakui pula, Kota Serang memiliki banyak kekurangan yang perlu diperbaiki ke depan. Sebagai sebuah ibu kota provinsi, Kota Serang, tentu menanggung beban berat. Ekspektasi masyarakat perkotaan yang tinggi, tentu harus diimbangi dengan pola kerja Pemkot Serang yang responsif dan dinamis.
Sebagai ibukota Provinsi Banten, Kota Serang, menjadi pusat perhatian karena merupakan etalase dan wajah provinsi. Oleh karena itu, setiap permasalahan yang muncul, akan mendapat sorotan.  Salah satunya menyangkut tata ruang yang terasa sumpek.
Jalan-jalan di jalur utama sudah menjadi langganan kemacetan. Bahkan seiring berjalannya waktu, kemacetan juga makin lama makin bertambah panjang. Sejumlah ruas jalan yang dilebarkan, pada kenyataannya belum sebanding dengan peningkatan volume kendaraan. Artinya, perlunya perencanaan pengembangan kota yang lebih matang lagi.
Selain kemacetan, permasalahan lain yakni menyangkut ruang publik. Dengan jumlah penduduk yang terus bertambah, aktivitas  masyarakat juga meningkat. Ruang-ruang publik menjadi kebutuhan yang tak bisa diabaikan. Keberadaan alun-alun Kota Serang dan kawasan Stadion Maulana Yusuf  Ciceri Serang, kawasan Taman Sari, belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Yang lebih miris lagi, Taman Sari kini terkesan ditelantarkan, dan hanya jadi pusat penjualan ikan hias, hewan peliharaan dan pasar dadakan.
Hal yang disorot juga menyangkut keberadaan pasar-pasar tradisional. Penataan pedagang kaki lima (PKL) di Pasar Induk Rau (PIR), hingga kini tak pernah tuntas. Akibatnya, kondisi Pasar Rau tetap semrawut dan kumuh.
Harapan muncul pada sisi penataan kawasan Banten Lama yang ditangani langsung Pemprov Banten. Kawasan bersejarah tersebut diproyeksikan sebagai ikon Banten dengan kelas dunia. Saat ini, tahapan revitalisasi Banten Lama masih terus berjalan.
Dari sisi sarana transportasi, Kota Serang belum bisa keluar dari stigma negatif sebagai kota dengan angkutan kota (angkot) dengan trayek tak jelas. Sopir angkot mengangkut penumpang seenaknya. Banyak keluhan penumpang dibuat kesal karena dibawa berputar-putar keliling kota terlebih dahulu.
Persoalan klasik tersebut, sejak Kota Serang berdiri 2017 hingga menjelang periode keempat kepala daerah di Kota Serang belum menunjukkan perbaikan yang signifikan. Meskipun juga harus diakui, sejumlah perubahan telah dilakukan seperti tumbuhnya pusat-pusat ekonomi yang baru, bisnis dan jasa perdagangan, lembaga pendidikan terus menggeliat.
Berdasarkan data Bappeda Kota Serang, dari laporan akhir masa jabatan Wali Kota Serang 2014-2018, memang sejumlah indikator pembangunan mengalami peningkatan. Antara lain capaian kinerja untuk sektor pendidikan yakni untuk angka rata-rata lama sekolah tahun 2017 telah mencapai 8,61 meningkat dari 2016 yang mencapai 8,60.
Pada sektor pelayanan kesehatan, capaian kinerja untuk angka usia harapan hidup mencapai 67,38 pada 2017 meningkat dari tahun 2013 yang mencapai 67,23.  Sedangkan untuk bidang infrastruktur, untuk kemantapan jalan mencapai 64,01 persen meningkat dari 2013 yang mencapai 48,08, jembatan dalam kondisi baik yakni mencapai 88,52 persen meningkat dari 2013 yang mencapai 63,38.
Indikator lain, yakni dari angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Serang setiap tahunnya meningkat  dari 71.09  pada tahun 2016 menjadi 71.77 tahun 2017 dan di targetkan 72,27 tahun 2018. Demikian juga dari indikator laju pertumbuhan ekonomi (LPE). 
Berdasarkan ada data BPS pertumbuhan ekonomi Kota Serang selama kurun waktu 2013-2017 tumbuh pada kirsaran diatas 6 %. Untuk angka kemiskinan di Kota Serang tercatat pada tahun 2013 sebesar 5,92% turun menjadi 5,57% tahun 2017.
Sejumlah indikator tersebut hanya gambaran peningkatan. Namun bila dicermati, ada sejumlah indikator yang peningkatan tidak begitu signifikan. Begitu juga bila dibandingkan dengan target-target dalam kurun lima tahun terakhir. Berbagai capaian pembangunan yang kurang optimal menjadi perhatian untuk kepemimpinan Kota Serang ke depan.

Dirasakan masyarakat
Harus disadari, kemajuan daerah tentu tidak semata-mata hanya diukur dari sejumlah angka-angka statistik indikator pembangunan. Tetapi juga, tak kalah penting, yakni dampak yang dirasakan masyarakat.
Permasalahan masyarakat Kota Serang, kemacetan, kebersihan, ketertiban, fasilitas ruang publik yang memadai, merupakan indikator yang paling mudah dinilai masyarakat.
Oleh karena itu, komitmen Wali Kota Serang dan Wakil Wali Kota Serang terpilih Syafrudin-Subadri Usuludin  yang menyiapkan program 100 hari kerja difokuskan pada tiga aspek yaitu ketertiban PKL, kebersihan kota dan kelancaran lalu lintas, merupakan janji yang realistis. Alasannya,  karena ketiga aspek itu merupakan yang paling krusial untuk segera diselesaikan. Termasuk karena ketiga aspek tersebut langsung berhubungan dengan masyarakat Kota Serang dan juga pelayanan publik, seperti administrasi kependudukan, perizinan usaha dan lainnya.
Untuk menyelesaikan tiga persoalan krusial tersebut, butuh gebrakan yang serius dari Pemkot Serang. Oleh karena itu, dibutuhkan para birokrat yang bertipikal responsif, tanggap dan memiliki nyali terhadap tantangan yang dihadapi. Tipikal yang sesuai dengan jargon “Aje Kendor” yang diusung duet Wali Kota dan Wakil Wali Kota Serang terpilih Syafrudin-Subadri Usuludin. Sudah seharusnya gerbong Pemkot Serang harus diisi oleh aparatur yang mampu menjejak roda percepatan kemajuan Kota Serang  sebagaimana yang dicita-citakan saat Kota Madani terbentuk tahun 2007 silam.***

Serang, 13 Agustus 2018



Comments

Popular posts from this blog

Pantai Gope, Wisata Pantai Termurah di Banten

Pers, Koperasi dan Penggerak Ekonomi (Refleksi Enam Tahun Koperasi Karyawan Kabar Banten)

Spirit ‘Aje Kendor’ Memajukan Kota Serang