Dukungan Industri dalam Penyerapan Tenaga Kerja Lokal
Pemerintah
pusat melalui Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
gencar dalam upaya menyelaraskan pendidikan dengan industri. Upaya rersebut
yakni dengan peluncuran program pendidikan vokasi industri. Salah satunya di
Kota Cilegon pada 5 Maret 2018..
Sebelumnya
peluncuran serupa juga telah dilaksanakan di wilayah Pulau Jawa dan sebagian
Sumatera. Dimana tahap I dilakukan di Jawa Timur, dengan melibatkan 50 perusahaan
industri dan 234 SMK yang langsung diresmikan oleh Wakil Presiden
RI. Tahap II di Jawa Tengah, melibatkan 117 perusahaan industri dan 392
SMK yang diresmikan langsung oleh Menperin bersama dengan Mendikbud, dan tahap
III di wilayah Jawa Barat, dengan melibatkan 141 perusahaan industri dan 393
SMK yang langsung diluncurkan oleh Presiden RI.
Sementara
tahap IV dilakukan di wilayah Sumatera Utara, melibatkan 117 perusahaan
industri dan 226 SMK, kemudian di wilayah Provinsi Aceh, Sumut, Sumbar, Riau
dan Kepulauan Riau yang diresmikan oleh Menko Perekonomian. Rencananya, setelah
DKI Jakarta dan Banten, program yang sama diteruskan secara bertahap untuk
wilayah Sumatera bagian selatan (Provinsi Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan,
Bangka Belitung dan Lampung), dan Sulawesi Selatan sampai 2019, hingga mencapai
sebanyak 1.795 SMK yang akan dibina dan bekerja sama dengan perusahaan
industri. Setelah peluncuran pada hari ini total telah tercapai kerja sama
sebanyak 1.534 SMK dengan 558 perusahaan industri.
Selain
menyelenggarakan Program Pendidikan Vokasi, Kementerian Perindustrian juga
menggelar Program Pelatihan Sistem 3 in 1 dan Diklat peningkatan kompetensi.
Menteri
Perindustrian Airlangga Hartanto mengatakan, pihaknya mendorong pengembangan
pendidikan vokasi yang berorientasi pada kebutuhan pasar kerja (demand driven).
Saat
ini, sebagai upaya mewujudkan pelaksanaan revolusi mental, sebagai gerakan
nasional membangun kualitas SDM, terutama dalam menghadapi era industri.
Menurut Airlangga, pembangunan industri tentu membutuhkan ketersediaan SDM yang
kompeten guna memacu produktivitas dan daya saing. Apalagi, tenaga kerja
industri yang dibutuhkan sekarang semakin spesifik. Untuk itu, pentingnya
pendidikan vokasi di bidang industri. (Kabar Banten, 6/3/2018).
Perhatian
pemerintah dalam rangka link and match dunia pendidikan dengan tenaga kerja,
sebetulnya bukan hal baru. Program tersebut juga telah dilakukan sejak era Orde
Baru.
Hanya
saja, memang saat ini program tersebut belum optimal. Seiring dengan
meningkatkan daya saing tenaga-tenaga terampil, tentu saja, kebutuhan
menyelaraskan dunia pendidikan kejuruan dengan industri menjadi hal yang urgen.
Oleh
karena itu, pemerintah daerah di Banten tentu harus merespon dengan
menyelaraskan program di organisasi perangkat daerah (OPD) tertentu seperti
Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan juga Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.
Sinkronisasi
program ini sangat penting agar program tersebut bisa berjalan optimal.
Bagaimana pun, Banten sebagai daerah yang berdiri banyak industri sudah tentu
mengharapkan tenaga kerja bisa direkrut dari lokal. Kendala selama ini,
industri mengaku kesulitan merekrut tenaga kerja lokal khusus untuk yang
memiliki keahlian tertentu.
Problem
minimnya tenaga terampil yang memiliki keahlian tertentu menjadi pekerjaan
rumah pemerintah daerah. Pemetaan kebutuhan tenaga kerja industri menjadi hal
utama untuk pendirian SMK. Jangan sampai, terjadi ketidaksinkronan antara
tenaga yang dibutuhkan industri dengan SMK. Misalnya industri membutuhkan
tenaga ahli bangunan, justru yang dibangun SMK pariwisata, atau lainnya.
Hal-hal
tersebut harus menjadi perhatian sehingga persoalan minimnya ketersediaan
tenaga kerja terampil perlahan akan bisa tertangani. Dunia industri yang
semakin maju sudah tentu memunculkan persaingan yang ketat. Oleh karena itu,
industri yang berdaya saing harus didukung tenaga yang profesional.
Untuk
itu, perlu dilakukan kerja sama sektor industri dengan pendidikan, serta
sinergi antara pemerintah pusat dan daerah. Apalagi, berdasarkan catatan Menteri
Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, jumlah
tenaga kerja yang 63 persen di antaranya hanya lulusan SMP dan rata-rata
berpenghasilan serta berdaya saing rendah.
Tentu
sejumlah persoalan ini harus segera tertangani, jika tidak ingin SDM Banten
hanya menjadi penonton di daerahnya sendiri. Jangan hanya berteriak minta
dikerjakan di industri, sementara SDM kita tidak pernah ditingkatkan. Dipihak
lain, kalangan indsutri juga memiliki tanggungjawab untuk memberdayakan tenaga
kerja lokal dengan penyiapan pendidikan keahlian dengan bekerjasama dengan
lembaga pendidikan seperti SMK maupun perguruan tinggi.***
Comments
Post a Comment